Lifestyle

Mama Chari, Sepeda Ontel Emak-Emak Jepang

mamachari
Mama chari

Kringg..kriingg..gowes gowes..!

Sepedahan yuk!

Siapa sih yang tidak kenal sepeda? Alat transportasi yang ramah lingkungan, apalagi bisa membuat badan sehat.

Di Jepang, adalah pemandangan yang biasa, orang-orang pergi beraktifitas dengan menggunakan sepeda, karena memang sejak dulu bersepeda sudah menjadi bagian dari gaya hidup disini.

Coba deh tengok rumah-rumah di Jepang, biasanya ada tuh sepeda onthel yang terparkir di halaman, bahkan banyak juga yang mempunyai sepeda lebih dari satu, sepeda buat ayah, ibu dan sepeda anak-anak.

Dulu ketika masih tinggal di Indonesia, bersepeda bersama teman adalah hal yang paling saya sukai, naik sepeda BMX sampai sepeda mini yang ada keranjangnya sudah pernah saya coba. Tapi sayangnya ketika beranjak besar, kok ya bersepeda semakin jarang dilakukan, malah saya lebih memilih kalau kemana-mana ya ngangkot atau pun ngojek hehe

Dan kemudian sayapun pindah ke Jepang, dan begitu terkejut ketika melihat orang-orang yang berseliweran kesana kemari dengan menggunakan sepeda onthel, tidak hanya anak-anak kecil loh, bahkan remaja, orang dewasa sampai kakek nenek pun terlihat asik bersepeda. Dari yang berseragam, berjas dan berdasi, sampai emak-emak yang heboh dengan belanjaan sayuran yang ditaruh di keranjang depan merupakan pemandangan yang kerap kita jumpai sehari-hari.

Namun ya, ada satu jenis sepeda yang bikin muka saya melongo!

Ya! itu adalah sepeda onthel yang dikendarai emak-emak disini. Dimana sepeda yang bisa membonceng sampai 2 anak! Satu boncengan diletakkan diantara stang dan satunya lagi, diletakan diatas roda belakang, Ho ho ho sepeda macam apa pulak ini? 😀

Ibu mertua saya menjelaskan, kalau sepeda yang model begini memang banyak digunakan emak-emak di sini, kenapa? Karena memang bisa memudahkan mereka untuk beraktifitas keluar rumah, misalnya saja ke pasar, ke rumah sakit, mengantar sekolah, dan lain-lain. Alasan utamanya adalah bisa menghemat waktu dan tenaga!.

Ketika hanya ada si sulung, saya masih belum berfikir untuk membeli sepeda, buat apa? toh saya masih bisa jalan ke supermarket sambil mendorong stroller, malah lebih ringkes, tidak perlu parkir dan kantong belanjaan bisa saya taruh di bawah stroller atau di gantung di pegangannya. Dan juga sekalian bisa olahraga jalan kaki sekitar 15 menit dari rumah ke tempat belanja. Itung-itung fitness gratis hehehe

Namun, keadaan berbeda ketika si bungsu lahir, karena jarak dua anak saya ini tidak terlalu jauh, bingung juga kalau harus pergi jalan-jalan keluar atau belanja ke supermarket. Saya pernah coba pergi belanja dengan mendorong stroller dan ombu (gendong gemblok) si bungsu. Namun ketika sampai di rumah, itu yang namanya punggung cekot-cekot dan kepala kleyengan bikin saya tepar kecapekan.

Nah, keadaan ini lah yang membuat suami mengusulkan untuk membelikan sepeda onthel emak-emak yang sering saya lihat di jalan itu untuk keperluan saya sehari-hari.

Di Jepang, Sepeda onthel Emak itu kita sebut juga dengan “Mama Chari”. Lucu ya namanya, kalau dilihat dari namanya saja sudah kelihatan banget itu sepeda buat emak-emak hihi kata Chari itu berasal dari kata Charingko, yang berarti sepeda.

Jadilah oleh suami, saya di ajak ke toko sepeda. Di toko itu saya sempat takjub dengan melihat beraneka ragam sepeda yang ada, belum lagi eksesorisnya yang dijual. Wow!! Lengkap bin komplit! Belum selesai melongo-nya, suami sudah ngegeret tangan saya ke bagian sepeda buat emak-emak atau Mama Chari ini. Huwaaa makin melongo tak berkedip! Gimana nggak? Berbagai macam model Mama Chari yang begitu cantik dengan boncengan anak plus seat belt sebagai pengaman buat si kecil. Wah bisa gaya euy! Walaupun ada `buntut` yang ngejogrok di depan dan dibelakang, teteubh dong emak-emak yang gak mau kalah keren dan gaya sama pengonthel sepeda yang lain hehehe

Setelah melihat semua model yang ada, akhirnya jatuh pilihan ke Mama Chari warna putih, dengan dua boncengan, depan dan belakang. Harganya sekitar 25ribu Yen (sekitar 2.500.000 rupiah), sudah komplit dengan 2 boncengan. Setelah isi formulir tentang data diri, saya dapet nomor yang ditempelkan di badan sepeda. Nomor itu lalu akan di daftarkan oleh si penjual ke kantor polisi. Dengan maksud agar sepeda itu terdaftar dan memudahkan pengecekan apabila kehilangan sepeda. Sepeda hilang? Ya! Banyak kejadian sepeda sudah di gembok, raib di ambil orang! Jadi hati-hati ya, jangan sampai lupa gembok sepeda!

Karena terlihat saya yang tidak sabar ingin buru-buru membonceng duo krucils jalan-jalan bersepeda, suami saya mengingatkan kalau bersepeda juga harus ikut aturan yang berlaku. Misalnya, bersepeda harus pada jalan khusus sepeda atau di trotoar, sama seperti pejalan kaki. Ketika menyebrang jalan pun, harus di zebra cross dan harus mengikuti aturan traffic light juga. Jangan lupa ketika ingin melewati rel kereta api, pastikan kita berhenti dan tengok kiri kanan, begitu pula ketika kita menjumpai tulisan kanji 止まれ (Tomare) yang berarti berhenti, jangan lupa tengok kiri kanan ya! Karena biasanya yang ada tulisan Tomare itu adalah suatu pertigaan/ perempatan yang cukup berbahaya dan rawan kecelakaan kalau kita nerobos nyelonong tanpa melihat keadaan sekitar.

Saya memang belum pernah mendengar teman-teman saya ditilang dan membayar uang denda karena melanggar aturan ketika bersepeda, tapi sebenarnya ada loh sanksi hukum yang berlaku bagi pengendara sepeda yang tertanggap melanggar aturan. Misalnya saja tertangkap karena tidak mematuhi traffic light atau lampu sepeda yang tidak menyala ketika mengendarai pada malam hari, itu dendanya bisa sampai 50ribu yen! (5juta rupiah). Dan juga jangan sekali-kali deh ketak-ketik sms dan bersepeda sambil menelfon, karena selain sangat berbahaya, kita harus pasrah ketika di stop pak polisi, karena itu sudah melakukan pelanggaran! Dan kita harus merelakan uang sekitar 50ribu yen (5juta rupiah) masuk ke kas negara! Ohh tidaakk, bisa bangkrut ini mah!

Yah, saya jadi mengerti kenapa disini orang-orang begitu tertib dan teratur bersepeda, dalam arti tidak kebut-kebutan, nerobos lampu merah, jalan sampai ketengah dan mengganggu kendaraan bermotor. Mungkin ya pertamanya, karena takut di stop-in sama polisi yang banyak berseliweran di jalan, tapi  lambat laun karena sudah terbiasa tertib, hal itu menjadi suatu kebiasaan. Wah enak ya, kebiasaan tertib, rapih dan teratur bersepeda, tidak perlu cemas akan di sruduk sepeda lain atau ketabrak kendaraan bermotor, selama kita mentaati peraturan yang ada dan tidak ugal-ugalan bersepeda di jalan raya.

Sudah tidak terhitung jasa `Mama Chari` saya ketika anak-anak masih kecil. Walau sekarang sudah tidak membonceng anak-anak lagi kemana-mana, masih tetep saya mengonthel Mama Chari ini, bedanya isi di bangku anak-anak sudah berganti sama Lobak, Kentang, Wortel dan Bayem hehehe

Salam Hangat,wk